BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Dari berbagai perbedaan
kehidupan manusia, satu bentuk variasi kehidupan mereka yang menonjol adalah
fenomena stratifikasi (tingkatan-tingkatan) sosial. Perbedaan itu tidak
semata-mata ada, tetapi melalui proses; suatu bentuk kehidupan (bisa berupa
gagasan, nilai, norma, aktifitas sosial, maupun benda-benda) akan ada dalam
masyarakat karena mereka menganggap bentuk kehidupan itu benar, baik dan
berguna untuk mereka. Fenomena dari stratifikasi sosial ini akan selalu ada dalam
kehidupan manusia, sesederhana apapun kehidupan mereka, tetapi bentuknya
mungkin berbeda satu sama lain, semua tergantung bagaimana mereka
menempatkannya.
Stratifikasi sosial berasal
dari istilah Social Stratification yang berarti Sistem berlapis-lapis dalam
masyarakat; kata Stratification berasal dari stratum (jamaknya :
strata) yang berarti lapisan; stratifikasi sosial adalah pembedaan penduduk
atau measyarakat kedalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Selama
dalam masyarakat itu ada sesuatu yang dihargai, dan setiap masyarakat pasti
mempunyai sesuatu yang dihargai, maka barang sesuatu itu akan menjadi bibit
yang dapat menumbuhkan adanya sistem yang berlapis-lapis dalam masyarakat itu.
Barang sesuatu yang dihargai itu mungkin berupa uang atau benda-benda yang
bernilai ekonomis, mungkin berupa tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan atau
mungkin keturunan dari orang terhormat.
Seorang
sosiolog, Pitirin A. Sorokin (1957) mengatakan bahwa sistem berlapis itu
merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup teratur.
Barang siapa yang memiliki sesuatu yang berharga itu dalam jumlah yang sangat
banyak, suatu keadaan tidak semua orang bisa demikian bahkan hanya sedikit
orang yang bisa, dianggap oleh masyarakat berkedudukan tinggi atau ditempatkan
pada lapisan atas masyarakat; dan mereka yang hanya sedikit sekali atau sama
sekali tidak memiliki sesuatu yang berharga tersebut, dalam pandangan
masyarakat mempunyai kedudukan yang rendah. Atau ditempatkan pada lapisan bawah
masyarakat. Perbedaan kedudukan manusia dalam masyarakatnya secara langsung
menunjuk pada perbedaan pembagian hak-hak dan kewajiban-kewajiban, tanggung
jawab nilai-nilai sosial dan perbedaan pengaruh di antara anggota-anggota
masyarakat.
Sejak manusia mengenal adanya
suatu bentuk kehidupan bersama di dalam bentuk organisasi sosial,
lapisan-lapisan masyarakat mulai timbul. Pada masyarakat dengan kehidupan yang
masih sederhana, pelapisan itu dimulai atas dasar perbedaan gender dan usia,
perbedaan antara pemimpin atau yang dianggap sebagai pemimpin dengan yang
dipimpin, atau perbedaan berdasarkan kekayaan. Seorang ahli filsafat,
Aristoteles, pernah mengatakan bahwa dalam tiap-tiap negara terdapat
tiga unsur ukuran kedudukan manusia dalam masyarakat, yaitu mereka yang kaya
sekali, mereka yang melarat, dan mereka yang berada di tengah-tengahnya.
Sedangkan pada masyarakat yang relatif kompleks dan maju tingkat kehidupannya,
maka semakin kompleks pula sistem lapisan-lapisan dalam masyarakat itu, keadaan ini mudah untuk dimengerti karena
jumlah manusia yang semakin banyak maka kedudukan (pembagian tugas-kerja),
hak-hak, kewajiban, serta tanggung jawab sosial menjadi semakin kompleks pula.
1.2 Rumusan Masalah
a)
Bentuk stratifikasi dan diferensiasi sosial masyarakat
Desa Maricaya Selatan dan Desa Polewali
b) Apa
sebab-sebab timbulnya stratifikasi dan diferensiasi sosial masyarakat Desa
Maricaya Selatan dan Desa Polewali
c) Apa
kriteria-kriteria yang menentukan stratifikasi dan diferensiasi sosial
masyarakat Desa Maricaya Selatan dan Desa Polewali
1.3
Tujuan Penulisan
a) Mengetahui
bentuk diferensiasi dan stratifikasi sosial masyarakat Desa Maricaya Selatan
dan Desa Polewali
b) Mengetahui
sebab-sebab timbulnya stratifikasi dan diferensiasi sosial masyarakat Desa
Maricaya Selatan dan Desa Polewali
c) Mengetahui
kriteria-kriteria yang menentukan stratifikasi dan diferensiasi sosial
masyarakat Desa Maricaya Selatan dan Desa Polewali
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Pengertian Diferensiasi Sosial
Diferensiasi adalah klasifikasi terhadap perbedaan-perbedaan
yang biasanya sama. Pengertian sama disini menunjukkan pada penggolongan atau
klasifikasi masyarakat secara horisontal, mendatar, atau sejajar. Asumsinya
adalah tidak ada golongan dari pembagian tersebut yang lebih tinggi daripada
golongan lainnya.
Pengelompokan horisontal yang didasarkan pada
perbedaan ras, etnis (suku bangsa), klen dan agama disebut kemajemukan sosial,
sedangkan pengelompokan berasarkan perbedaan profesi dan jenis kelamin disebut heterogenitas
sosial.
Jadi
kesimpulannya:
Diferensiasi sosial adalah pengelompokan masyarakat
secara horisontal berdasarkan pada ciri-ciri tertentu.
2.1.1 Ciri-ciri Diferensiasi Sosial
Diferensiasi sosial ditandai dengan adanya perbedaan
berdasarkan ciri-ciri sebagai berikut:
a.
Ciri Fisik
Diferensiasi
ini terjadi karena perbedaan ciri-ciri tertentu.
Misalnya
: warna kulit, bentuk mata, rambut, hidung, muka, dsb.
b.
Ciri Sosial
Diferensiasi sosial ini muncul karena perbedaan
pekerjaan yang menimbulkan cara pandang dan pola perilaku dalam masyarakat
berbeda. Termasuk didalam kategori ini adalah perbedaan peranan, prestise dan
kekuasaan.
Contohnya
: pola perilaku seorang perawat akan berbeda dengan seorang karyawan kantor.
c.
Ciri Budaya
Diferensiasi budaya berhubungan erat dengan pandangan
hidup suatu masyarakat menyangkut nilai-nilai yang dianutnya, seperti religi
atau kepercayaan, sistem kekeluargaan, keuletan dan ketangguhan (etos). Hasil dari
nilai-nilai yang dianut suatu masyarakat dapat kita lihat dari bahasa, kesenian,
arsitektur, pakaian adat, agama, dsb.
(Anonymousa,
2011)
2.1.2. Bentuk Diferensiasi Sosial
Pengelompokan masyarakat membentuk delapan kriteria
diferensiasi sosial.
a. Diferensiasi Ras
Ras adalah suatu kelompok manusia yang memiliki
ciri-ciri fisik bawan yang sama. Diferensiasi ras berarti pengelompokan masyarakat
berdasarkan ciriciri fisiknya, bukan budayanya.
Secara
garis besar, manusia dibagi ke dalam ras-ras sebagai berikut :
1)
Menurut A.L. Krober
•
Austroloid, mencakup penduduk asli Australia (Aborigin)
•
Mongoloid
-
Asiatic Mongoloid (Asia Utara, Asia Tengah dan Asia Timur)
-
Malayan Mongoloid (Asia Tenggara, Indonesia, Malaysia, Filiphina, penduduk asli
Taiwan)
-
American Mongoloid (penduduk asli Amerika)
•
Kaukasoid
-
Nordic (Eropa Utara, sekitar L. Baltik)
- Alpine (Eropa Tengah dan Eropa Timur)
-
Mediteranian (sekitar L. Tengah, Afrika Utara, Armenia, Arab, Iran)
-
Indic (Pakistan, India, Bangladesh, Sri Langka)
•
Negroid
-
African Negroid (Benua Afrika)
-
Negrito (Afrika Tengah, Semenanjung Malaya yang dikenal dengan nama orang
Semang, Filipina)
-
Melanesian (Irian, Melanesia)
•
Ras-ras khusus (tidak dapat diklasifikasikan ke dalam empat ras pokok)
-
Bushman (gurun Kalahari, Afrika Selatan)
-
Veddoid (pedalaman Sri Langka, Sulawesi Selatan)
-
Polynesian (kepulauan Micronesia dan Polynesia)
- Ainu (di pulau Hokkaido dan Karafuto Jepang)
2)
Menurut Ralph Linton
•
Mongoloid, dengan ciri-ciri kulit kuning sampai sawo matang, rambut lurus, bulu
badan sedikit, mata sipit (terutama Asia Mongoloid). Ras Mongoloid dibagi
menjadi dua, yaitu Mongoloid Asia dan Indian. Mongoloid Asia terdiri dari Sub
Ras Tionghoa (terdiri dari Jepang, Taiwan, Vietnam) dan Sub Ras Melayu. Sub Ras
Melayu terdiri dari Malaysia, Indonesia, dan Filipina. Mongoloid Indian terdiri
dari orangorang Indian di Amerika.
•
Kaukasoid, memiliki ciri fisik hidung mancung, kulit putih, rambut pirang sampai
coklat kehitam-hitaman, dan kelopak mata lurus. Ras ini terdiri dari Sub Ras
Nordic, Alpin, Mediteran, Armenoid dan India.
•
Negroid, dengan ciri fisik rambut keriting, kulit hitam, bibir tebal dan kelopak
mata lurus. Ras ini dibagi menjadi Sub Ras Negrito, Nilitz, Negro Rimba, Negro
Oseanis dan Hotentot-Boysesman.
Indonesia
didiami oleh bermacam-macam Sub Ras sebagai berikut:
•
Negrito, yaitu suku bangsa Semang di Semenanjung Malaya dan sekitarnya.
•
Veddoid, yaitu suku Sakai di Riau, Kubu di Sumatera Selatan, Toala dan Tomuna
di Sulawesi.
•
Neo Melanosoid, yaitu penduduk kepulauan Kei dan Aru.
•
Melayu, yang terdiri dari dua :
-
Melayu Tua (Proto Melayu), yaitu orang Batak, Toraja dan Dayak
-
Melayu Muda (Deutro Melayu), yaitu orang Aceh, Minang, Bugis/
Makasar, Jawa, Sunda, dsb.
b. Diferensiasi Suku Bangsa
(Etnis)
Menurut Hassan Shadily MA, suku bangsa atau etnis
adalah segolongan rakyat yang masih dianggap mempunyai hubungan biologis.
Diferensiasi suku bangsa merupakan penggologan manusia berdasarkan ciri-ciri
biologis yang sama, seperti ras. Namun suku bangsa memiliki ciri-ciri paling
mendasar yang lain, yaitu adanya kesamaan budaya. Suku bangsa memiliki kesamaan
berikut :
-
ciri fisik - kesenian
-
bahasa daerah - adat istiadat
Suku
bangsa yang ada di Indonesia antara lain :
-
di Pulau Sumatera : Aceh, Batak, Minangkabau, Bengkulu, Jambi,
Palembang,
Melayu, dsb.;
- di Pulau Jawa : Sunda, Jawa, Tengger, dsb.;
-
di Pulau Kalimantan : Dayak, Banjar, dsb.;
-
di Pulau Sulawesi : Bugis, Makasar, Toraja, Minahasa, Toli-toli,
Bolaang-Mangondow,
Gorontalo, dsb.;
-
di Kep. Nusa Tenggara : Bali, Bima, Lombok, Flores, Timor, Rote, dsb.;
-
di Kep. Maluku dan : Ternate, Tidore, Dani, Asmat, dsb.
- Irian
c. Diferensiasi Klen (Clan)
Klen (Clan) sering juga disebut kerabat luas atau
keluarga besar. Klen merupakan kesatuan keturunan (genealogis), kesatuan
kepercayaan (religiomagis) dan kesatuan adat (tradisi). Klen adalah sistem
sosial yang berdasarkan ikatan darah atau keturunan yang sama umumnya terjadi
pada masyarakat unilateral baik melalui garis ayah (patrilineal) maupun garis
ibu (matrilineal).
•
Klen atas dasar garis keturunan ayah (patrilineal) antara lain terdapat
pada:
-
Masyarakat Batak (dengan sebutan Marga)
-
Marga Batak Karo : Ginting, Sembiring, Singarimbun, Barus, Tambun,
Paranginangin;
-
Marga Batak Toba : Nababan, Simatupang, Siregar;
-
Marga Batak Mandailing : Harahap, Rangkuti, Nasution, Batubara, Daulay.
-
Masyarakat Minahasa (klennya disebut Fam) antara lain :
Mandagi,
Lasut, Tombokan, Pangkarego, Paat, Supit.
-
Masyarakat Ambon (klennya disebut Fam) antara lain :
Pattinasarani,
Latuconsina, Lotul, Manuhutu, Goeslaw.
-
Masyarakat Flores (klennya disebut Fam) antara lain :
Fernandes,
Wangge, Da Costa, Leimena, Kleden, De- Rosari, Paeira.
•
Klen atas dasar garis keturunan ibu (matrilineal) antara lain terdapat pada masyarakat
Minangkabau, Klennya disebut suku yang merupakan gabungan dari
kampuang-kampuang. Nama-nama klen di Minangkabau antara lain : Koto, Piliang,
Chaniago, Sikumbang, Melayu, Solo, Dalimo,
Kampai, dsb.
Masyarakat
di Flores, yaitu suku Ngada juga menggunakan sistem Matrilineal.
d. Diferensiasi Agama
Menurut Durkheim agama adalah suatu sistem terpadu
yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal-hal yang
suci. Agama merupakan masalah yang essensial bagi kehidupan manusia karena menyangkut
keyakinan seseorang yang dianggap benar. Keyakinan terhadap agama mengikat
pemeluknya secara moral. Keyakinan itu membentuk golongan masyarakat moral
(umat). Umat pemeluk suatu agama bisa dikenali dari cara berpakaian, cara berperilaku,
cara beribadah, dan sebagainya.
Jadi, Diferensiasi agama merupakan pengelompokan
masyarakat berdasarkan agama/kepercayaannya.
1)
Komponen-komponen Agama
•
Emosi keagamaan, yaitu suatu sikap yang tidak rasional yang mampu menggetarkan
jiwa, misalnya sikap takut bercampur percaya.
•
Sistem keyakinan, terwujud dalam bentuk pikiran/gagasan manusia seperti
keyakinan akan sifat-sifat Tuhan, wujud alam gaib, kosmologi, masa akhirat,
cincin sakti, roh nenek moyang, dewa-dewa, dan sebagainya.
•
Upacara keagamaan, yang berupa bentuk ibadah kepada Tuhan, Dewa-dewa dan
Roh Nenek Moyang.
•
Tempat ibadah, seperti Mesjid, Gereja, Pura, Wihara, Kuil, Klenteng.
•
Umat, yakni anggota salah satu agama yang merupakan kesatuan sosial.
2)
Agama dan Masyarakat
Dalam perkembangannya agama mempengaruhi masyarakat
dan demikian juga masyarakat mempengaruhi agama atau terjadi interaksi yang
dinamis. Di Indonesia, kita mengenal agama Islam, Katolik, Protestan, Budha dan
Hindu. Disamping itu berkembang pula agama atau kepercayaan lain, seperti Khong
Hu Chu, Aliran Kepercayaan, Kaharingan dan Kepercayaan-kepercayaan asli
lainnya.
e. Diferensiasi Profesi
(pekerjaan)
Profesi atau pekerjaan adalah suatu kegiatan yang
dilakukan manusia sebagai sumber penghasilan atau mata pencahariannya. Diferensiasi
profesi merupakan pengelompokan masyarakat yang didasarkan pada jenis pekerjaan
atau profesinya. Profesi biasanya berkaitan dengan suatu ketrampilan khusus.
Misalnya profesi guru memerlukan ketrampilan khusus, seperti : pandai berbicara,
suka membimbing, sabar, dsb. Berdasarkan perbedaan profesi kita mengenal
kelompok masyarakat berprofesi seperti guru, dokter, pedagang, buruh, pegawai
negeri, tentara, dan sebagainya. Perbedaan profesi biasanya juga akan berpengaruh
pada perilaku sosialnya.
Contohnya,
perilaku seorang guru akan berbeda dengan seorang dokter ketika keduanya
melaksanakan pekerjaannya.
f. Diferensiasi Jenis
Kelamin
Jenis kelamin merupakan kategori dalam masyarakat yang
didasarkan pada perbedaan seks atau jenis kelamin (perbedaan biologis).
Perbedaan biologis ini dapat kita lihat dari struktur organ reproduksi, bentuk
tubuh, suara, dan sebagainya. Atas dasar itu, terdapat kelompok masyarakat
laki-laki atau pria
dan
kelompok perempuan atau wanita.
g. Diferensiasai Asal Daerah
Diferensiasi
ini merupakan pengelompokan manusia berdasarkan asal daerah atau tempat
tinggalnya, desa atau kota. Terbagi menjadi:
-
masyarakat desa : kelompok orang yang tinggal di pedesaan atau berasal dari
desa;
-
masyarakat kota : kelompok orang yang tinggal di perkotaan atau berasal dari
kota.
Perbedaan
orang desa dengan orang kota dapat kita temukan dalam hal-hal berikut ini :
-
perilaku
-
tutur kata
-
cara berpakaian
- cara menghias rumah
h. Diferensiasi Partai
Diferensiasi
partai adalah perbedaan masyarakat dalam kegiatannya mengatur kekuasaan negara,
yang berupa kesatuan-kesatuan sosial, seazas, seideologi dan sealiran.
(Kun Maryati, 2001)
2.2 Pengertian Stratifikasi Sosial
Coba Anda perhatikan masyarakat di sekitar ! Ada yang
miskin, kaya, buruh, pengusaha, sarjana, tukang, dan sebagainya. Adakah perbedaan
perlakuan masyarakat terhadap mereka ?
Oleh
karena status, baik yang berupa harta, kedudukan atau jabatan seringkali menciptakan
perbedaan dalam menghargai seseorang. Dalam suatu masyarakat, orang yang
memiliki harta berlimpah lebih dihargai daripada orang yang miskin. Demikian
pula orang yang lebih berpendidikan dihargai lebih daripada yang kurang
berpendidikan. Atas dasar itu, kemudian masyarakat dikelompokkelompokkan
secara
vertikal atau bertingkat-tingkat sehingga membentuk lapisan-lapisan sosial
tertentu dengan kedudukannya masing-masing. Masyarakat sebenarnya telah
mengenal pembagian atau pelapisan sosial sejak dahulu. Pada zaman dahulu,
Aristoteles menyatakan bahwa didalam setiap negara selalu terdapat tiga unsur,
yakni orang-orang kaya sekali, orang-orang melarat dan orang-orang yang berada
di tengah-tengah. Menurut Aristoteles, orang-orang kaya sekali ditempatkan
dalam lapisan atas oleh masyarakat, sedangkan orang-orang melarat ditempatkan
dalam lapisan bawah, dan orangorang
di tengah ditempatkan dalam lapisan masyarakat
menengah
Beberapa
definisi stratifikasi sosial :
a.
Pitirim A. Sorokin
Mendefinisikan
stratifikasi sosial sebagai perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam
kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat (hierarki).
b.
Max Weber
Mendefinisikan
stratifikasi sosial sebagai penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu
sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hierarki menurut dimensi
kekuasaan, previllege dan prestise.
c.
Cuber
Mendefinisikan
stratifikasi sosial sebagai suatu pola yang ditempatkan di atas kategori dari
hak-hak yang berbeda.
Stratifikasi
sosial (Social Stratification) berasal dari kata bahasa latin “stratum” (tunggal)
atau “strata” (jamak) yang berarti berlapis-lapis. Dalam Sosiologi, stratifikasi
sosial dapat diartikan sebagai pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam
kelas-kelas secara bertingkat.
(Widyasusanto, 1996)
2.2.2 Sebab Timbulnya Stratifikasi Sosial
Setiap masyarakat mempunyai sesuatu yang dihargai,
bisa berupa kepandaian, kekayaan, kekuasaan, profesi, keaslian keanggotaan
masyarakat dan sebagainya. Selama manusia membeda-bedakan penghargaan terhadap
sesuatu yang dimiliki tersebut, pasti akan menimbulkan lapisan-lapisan dalam
masyarakat. Semakin banyak kepemilikan, kecakapan masyarakat/seseorang terhadap
sesuatu yang dihargai, semakin tinggi kedudukan atau lapisannya. Sebaliknya
bagi mereka yang hanya mempunyai sedikit atau bahkan tidak memiliki sama
sekali, maka mereka mempunyai kedudukan dan lapisan yang rendah. Seseorang yang
mempunyai tugas sebagai pejabat/ketua atau pemimpin pasti menempati lapisan
yang tinggi daripada sebagai anggota masyarakat yang tidak mempunyai tugas
apa-apa. Karena penghargaan terhadap jasa atau pengabdiannya seseorang bisa
pula ditempatkan pada posisi yang tinggi, misalnya pahlawan, pelopor, penemu,
dan sebagainya. Dapat juga karena keahlian dan ketrampilan seseorang dalam pekerjaan
tertentu dia menduduki posisi tinggi jika dibandingkan dengan pekerja yang
tidak mempunyai ketrampilan apapun.
(Hakim,
1997)
2.2.3 Kriteria Penentuan Stratifikasi Sosial
Kriteria atau ukuran yang umumnya digunakan untuk
mengelompokkan para anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan tertentu adalah
sebagai berikut :
a.
Kekayaan
Kekayaan atau sering juga disebut ukuran ekonomi.
Orang yang memiliki harta benda berlimpah (kaya) akan lebih dihargai dan
dihormati daripada orang yang miskin.
b.
Kekuasaan
Kekuasaan
dipengaruhi oleh kedudukan atau posisi seseorang dalam masyarakat. Seorang yang
memiliki kekuasaan dan wewenang besar akan menempati lapisan sosial atas,
sebaliknya orang yang tidak mempunyai kekuasaan berada di lapisan bawah.
c.
Keturunan
Ukuran keturunan terlepas dari ukuran kekayaan atau
kekuasaan. Keturunan yang dimaksud adalah keturunan berdasarkan golongan
kebangsawanan atau kehormatan. Kaum bangsawan akan menempati lapisan atas
seperti gelar :
- Andi di masyarakat Bugis,
-
Raden di masyarakat Jawa,
-
Tengku di masyarakat Aceh, dsb.
d.
Kepandaian/penguasaan ilmu pengetahuan
Seseorang yang berpendidikan tinggi dan meraih gelar
kesarjanaan atau yang memiliki keahlian/profesional dipandang berkedudukan
lebih tinggi, jika dibandingkan orang berpendidikan rendah. Status seseorang
juga ditentukan dalam penguasaan pengetahuan lain, misalnya pengetahuan agama, ketrampilan
khusus, kesaktian, dsb.
2.2.4 Sifat Stratifikasi Sosial
Menurut Soerjono Soekanto, dilihat dari sifatnya
pelapisan sosial dibedakan menjadi sistem pelapisan sosial tertutup, sistem
pelapisan sosial terbuka, dan sistem pelapisan sosial campuran.
a.
Stratifikasi Sosial Tertutup (Closed Social Stratification)
Stratifikasi
ini adalah stratifikasi dimana anggota dari setiap strata sulit mengadakan
mobilitas vertikal. Walaupun ada mobilitas tetapi sangat terbatas pada mobilitas
horisontal saja. Contoh:
-
Sistem kasta. Kaum Sudra tidak bisa pindah posisi naik di lapisan Brahmana.
-
Rasialis. Kulit hitam (negro) yang dianggap di posisi rendah tidak bisa pindah
kedudukan di posisi kulit putih.
- Feodal. Kaum buruh tidak bisa pindah ke posisi
juragan/majikan
b.
Stratifikasi Sosial Terbuka (Opened Social Stratification)
Stratifikasi
ini bersifat dinamis karena mobilitasnya sangat besar. Setiap anggota strata
dapat bebas melakukan mobilitas sosial, baik vertikal maupun horisontal.
Contoh:
-
Seorang miskin karena usahanya bisa menjadi kaya, atau sebaliknya.
-
Seorang yang tidak/kurang pendidikan akan dapat memperoleh pendidikan asal ada
niat dan usaha.
c.
Stratifikasi Sosial Campuran
Stratifikasi
sosial c a m p u r a n m e r u p a k a n kombinasi antara s t r a t i f i k a s
i tertutup dan terbuka. Misalnya, seorang Bali b e r k a s t a Brahmana
mempunyai kedudukan terhormat di Bali, namun apabila ia pindah ke Jakarta
menjadi buruh, ia memperoleh kedudukan rendah. Maka, ia harus
menyesuaikan diri dengan aturan kelompok masyarakat di
Jakarta.
(Anwar, 1999)
2.2.5 Fungsi Stratifikasi Sosial
Stratifikasi
sosial dapat berfungsi sebagai berikut :
a.
Distribusi hak-hak istimewa yang obyektif, seperti menentukan penghasilan, tingkat
kekayaan, keselamatan dan wewenang pada jabatan/pangkat/ kedudukan seseorang.
b.
Sistem pertanggaan (tingkatan) pada strata yang diciptakan masyarakat yang menyangkut
prestise dan penghargaan, misalnya pada seseorang yang menerima anugerah penghargaan/gelar/kebangsawanan, dan
sebagainya.
c.
Kriteria sistem pertentangan, yaitu apakah didapat melalui kualitas pribadi, keanggotaan
kelompok, kerabat tertentu, kepemilikan, wewenang atau kekuasaan.
d.
Penentu lambang-lambang (simbol status) atau kedudukan, seperti tingkah laku,
cara berpakaian dan bentuk rumah.
e.
Tingkat mudah tidaknya bertukar kedudukan.
f.
Alat solidaritas diantara individu-individu atau kelompok yang menduduki sistem
sosial yang sama dalam masyarakat.
(Luth, 1992)
2.3 Perbedaan Diferensiasi dengan Stratifikasi
Sebelum
kita mempelajari stratifikasi sosial secara khusus pada modul
mendatang,
dengan melihat tabel di bawah ini secara tegas dapat kita bedakan
antara
diferensiasi sosial dengan stratifikasi sosial.
DIFERENSIASI SOSIAL
|
STRATIFIKASI SOSIAL
|
1. Pengelompokan secara horisontal
2. Berdasarkan ciri dan fungsi
3. Distribusi kelompok
4. Genotipe
5. Kriteria biologis/fisik sosiokultural
|
1. Pengelompokan secara vertikal
2. Berdasarkan posisi, status, kelebihan yang dimiliki, sesuatu yang dihargai.
3. Distribusi hak dan wewenang
4. Stereotipe
5. Kriteria ekonomi, pendidikan kekuasaan, kehormatan
|
(Fernandez, 1989)
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1 Desa
Maricaya
Terdapat 5 golongan masyarakat
dan menempati 3 lapisan pokok, yaitu :
Pejabat
dan Kelompok Profesional
|
Atas
|
10%
|
Alim
ulama
Pegawai
Pedagang
|
Menengah
|
60%
|
Buruh
|
Bawah
|
30%
|
Diagram
1.1 Stratifikasi Masyarakat Desa Maricaya
Masyarakat Desa Maricaya Selatan
Di dalam masyarakat desa ini
terdapat 3 lapisan masyarakat,Di kelompok masyarakat atas yaitu Kelompok
pejabat dan professional.Di kelompok menengah yaitu Alim ulama, pegawai,
pedagang dan di lapisan bawah adalah buru.
Gambaran pedidikan masyarakat desa Maricaya Selatan
adalah :
1) Sekolah
Dasar sebanyak 93% dari seluruh anak di desa ini
2) Sekolah
Menengah Pertama sebanyak 54% dari lulusan SD
3) Sekolah
Menengah Atas sebanyak 65% dari lulusan SMP
4) Perguruan
Tinggi sebanyak 20% dari lulusan SMA
Penyebab utama banyaknya
anak putus sekolah adalah faktor ekonomi dari orang tua mereka.Kelompok sebesar
46 % yang tidak dapat melanjutkan ke jenjang SMP setelah mereka lulus
kemungkinan besar mereka adalah anak buruh dari kelas bawah dan pedagang kecil
dilapisan menengah.Untuk 20% bagi mereka yang dapat melanjutkan ke perguruan
tinggi di dominasi oleh anak para pejabat dan professional.Dapat dikatakan
bahwa masyarakat Maricaya Selatan ini memandang pendidikan sebagai sesuatu yang
penting dan dapat menjadi sarana peningkatan derajat sosial di masyarakat desa
tersebut.
Bukan hanya lewat pendidikan
masyarakat ini menambah pengetahuanya.Di masyarakat ini juga beredar Media
massa cetak seperti koran dan majalan.Bagi masyarakat golongan menengah yang
tak mampu membeli media massa cetak mereka biasanya meminjam atau turut membaca
dari mereka yang mampu membelinya.Untuk golongan atas beberapa diantara mereka
bahkan memiliki perpustakaan pribadi.Bukan hanya itu masyarakat disini terutama
golongan atas dan menengah sudah memiliki pesawat TV pribadi.Untuk masyarakat
golongan atas memiliki 1 pesawat televisi setiap KK dan untuk gologan menengah
tidak semua KK memiliki pesawat TV. Antusia terhadap informasi yang cukup
tinggi para golongan menengah yang tidak memiliki pesawat TV sendiri mereka
ikut bergabung bersama mereka golongan tengah yang memiliki pesawat TV, dapat
dikatakan bahwa masyarakat golongan menengah di desa ini masih terdapat
keakraban sosial yang bersifat tradisional.
Anggota
masyarakat desa ini mayoritas beragama islam dan sesanya beragama Protestan,Katolik,Hindu
dan Budha.Untuk lebih jelasnya liat tabel 1.2
Tabel 1.2 Agama di desa
Polewali
Agama
Islam
|
75,6%
|
Agama Protestan
|
20%
|
Agama
Katolik
|
3,8%
|
Hindu
dan Budha
|
0,6%
|
3.2 Desa
Polewali
Ulanam,
Pemangku Adat, Pejabat
|
Atas
|
35%
|
Pedagang
|
Menengah
|
55%
|
Buruh
|
Bawah
|
10%
|
Tabel
1.3 Sistem Stratifikasi Sosial Masyarakat Desa Polewali
1)
Lapisan
kaya terdiri dari para pemangku adat,alim ulama, dan pejabat.Mereka memiliki
sebagian besar dari toko-toko, perusahaan dan tanah pertanian yang terdapat
diwilayah ini. Lapisan ini terdiri dari orang-orang Bugis dan
Makassar.Disinilah terdapat pemusatan kekayaan dan kekuasaan.
2)
Golongan
ekonomi sedang yang jumlahnya 55% terdiri dari para pegawai dan
pedagang.Lapisan ini terdiri dari orang Makassar, orang Bugis, orang Toraja, orang
Jawa, orang Cina.
3)
Golongan
miskin yang jumlahnya 10% terdiri dari para buruh (buruh tani,buruh
empang,buruh pelabuhan,buruh angkutan, dan buruh bangunan).Kelompok etnis ini
adalah orang Bugis(kecil), orang Toraja, orang Makassar dan orang Jawa
Untuk lebih jelas liat
diagram 1.4
Tabel 1.4 Penyebaran Kelompok Etnis dan Jenis
Pekerjaan Masyarakat Desa Polewali
Dari Kelompok Etnis
|
|
Bugis
|
Makassar
|
Toraja
|
Jawa ,Makassar, Cina
|
Pemangku Adat dan Alim
Ulama
|
v
|
v
|
|
|
Pejabat
|
|
v
|
|
|
Pegawai Negeri
|
|
v
|
v
|
|
Pedagang
|
v
|
|
|
v
|
Buruh
|
v
|
|
v
|
v
|
50%
|
30%
|
15%
|
5%
|
Berdasarkan data diatas tampaknya kelompok orang
Bugis dan Makassar berpengaaruh paling besar terutama dalam hal kehidupan adat
dan keagamaan dan ekonomi. Walaupun demikian terdapat juga perbedaan dalam hal
pemanfaatan kekayaan.Para alim ulama dan pemangku adat memanfaatkan kekayaan
mereka secara hati-hati dan anak-anak mereka bersungguh-sungguh dalam belajar
sehingga mereka berhasil menyelesaikan tingkat pendidikan yang lebih tinggi
dari orang tua mereka.Sedangkan anak dari kalangan pejabat mereka mengikuti
gaya hidup orang modern seperti remaja di kota-kota besar.Bagi warga masyarakat
menengah mereka mengikuti gaya hidup sederhana dan bersekolah di Ujung Pandang.
Secara keseluruhan dapat dikatakan,
bahwa masyarakat desa Polewali mengangap pendidikan adalah suatu hal yang
mereka junjung tinggi dan menjari sarana untuk anak-anak mereka mendapat tempat
terhormat dikehidupan mereka dikemudian hari.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
1.
Diferensiasi sosial :
pengelompokan
warga masyarakat secara horisontal berdasarkan kesamaan
ciri-ciri
tertentu.
2.
Ciri-ciri yang mendasari diferensiasi sosial :
-
ciri fisik : warna kulit, bentuk mata, rambut, hidung, dsb.
-
ciri sosial : perbedaan yang menimbulkan pola perilaku tertentu dalam
masyarakat;
-
ciri budaya : pandangan hidup suatu masyarakat menyangkut nilai-nilai yang
dianutnya.
3.
Perbedaan diferensiasi sosial dengan stratifikasi sosial :
horisontal/vertikal;
ciri
dan fungsi/posisi dan status;
distribusi
kelompok/distribusi hak dan wewenang;
genotipe/stereotipe;
kriteria
biologis fisik sosiokultural/kriteria pendidikan kekuasaan kehormatan.
Perbedaan
stratifikasi sosial dengan status sosial.
4.Status
sosial adalah posisi seseorang didalam masyarakart yang didasarkan pada hak-hak
dan kewajiban-kewajiban tertentu. Status sosial merupakan unsur yang membentuk
terciptanya stratifikasi sosial. Stratifikasi sosial adalah pelapisan sosial
yang disusun dari status-status sosial.
5.
Sebab-sebab timbulnya stratifikasi sosial.
Secara
umum terbentuknya stratifikasi sosial karena pembedaan dalam penghargaan
terhadap sesuatu yang dimiliki.
-
tugas dan penempatan,
-
hadiah/reward,
-
keahlian/keterampilan.
7.
Kriteria dasar stratifikasi sosial :
a.
kekayaan,
b.
kekuasaan,
c.
keturunan,
d.
pendidikan/ilmu pengetahuan.
8.
Sifat stratifikasi sosial :
-
tertutup : sulit mengadakan mobilitas,
-
terbuka : bebas melakukan mobilitas,
-
campuran : kombinasi tertutup dan terbuka
4.2 Saran
Masyarakat
Indonesia memiliki banyak suku dan budaya.Setiap daerah memiliki ciri sendiri
dalam menentukan tinggi rendahnya sesuatu.Dalam era globalisasi seperti ini
masyarakait Indonesia lebih memilih menggunakan pendidikan sebagai sarana
meningkatkan status sosialnya maka dari itu pendidikan sangat penting bagi
setiap orang.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymousa,
2011.DIFERENSIASI SOSIAL DAN STRATIFIKASI SOSIAL (Online).[http://id.wikipedia.org/wiki/Stratifikasi_sosial],
diakses pada 7 Oktober 2011.
Dra.
Kun Maryati & Juju Suryawati, S.Pd., Sosiologi jilid 1 untuk SMU
kelas 2, Esis, Jakarta, 2001.
Drs.
Laurent Widyasusanto, Penuntun Belajar Sosiologi jilid 1 untuk SMU,
PT Pradnya Paramita, Jakarta, 1996.
Drs.
Lukman Hakim & Dra. E.J. Ningsih, Sosiologi untuk SMU kelas 2,
PT. Grafindo Media Pratama, Jakarta, 1997.
Mohamad
Anwar, Pegangan Sosiologi untuk kelas 2 SMU, Armico, Bandung, 1999.
Drs.
Nursal Luth, Kamus Sosiologi dan Antropologi, PT. Galaxy
Puspa Mega, Jakarta, 1992.
Drs.
Nursal Luth & Drs. Daniel Fernandez, Sosiologi dan Antropologi jilid
1, PT. Galaxy Puspa Mega, Jakarta, 1989.