Sunday 29 November 2015

Tanaman Kopi

Tanaman kopi ialah tanaman biji-bijian yang dimanfaatkan buahnya. Secara umum buah kopi ini dimanfaatkan sebagai minuman setelah diolah dengan berbagai macam cara hingga siap saji. Kopi merupakan minuman yang sudah banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia maupun luar negeri (terutama di daerah dingin).

Indonesia merupakan negara pengekspor tanaman kopi terbesar ketiga setelah Brazil dan vietnam. Indonesia masih memiliki peluang agar ekspor yang dihasilkan bertambah besar, karena produktivitas kopi di Indonesia masih kalah dengan kedua negara pengekspor terbesar tersebut. Indonesia harus bisa meningkatkan produktivitas kopi yang ada, salah satu yang bisa dilakukan ialah dengan pemeliharaan tanaman kopi. Pemeliharaan yang utama disini ialah pada pemangkasan tanaman kopi.

Dalam pemangkasan tanaman kopi terdapat tiga jenis pemangkasan yaitu, Pangkas Lepas Panen (PLP), Wiwil Kasar (WK), dan Wiwil Halus (WH). Pada tiap-tiap jenis pemangkasan ini cara melakukan pangkasnya juga akan berbeda. Berikut penjelasan tentang masing-masing jenis pangkas:

a. Pangkas Lepas Panen (PLP)
Pangkas Lepas Panen (PLP) ini dilakukan setelah semua kegiatan panen kopi selesai. Kegiatan PLP ini harus segera dilakukan agar cabang tanaman kopi yang sudah tidak produktif bisa cepat terbuang dan akan tumbuh cabang produktif lagi. Pada kegiatan PLP ini ada 7 jenis cabang yang harus dibuang, yaitu:
* cabang air/ trubusan, yaitu cabang yang tumbuh pada batang utama. Cabang ini sangat banyak menyerap unsur hara (rakus), sehingga perlu dihilangkan agar unsur hara yang ada dapat ditranslokasikan ke cabang-cabang yang produktif. 
* cabang kering, yaitu cabang yang telah mengering dan berwarna coklat, cabang ini sudah tidak bisa produksi lagi pada tahun berikutnya, sehingga harus dibuang.
* cabang mecut, yaitu cabang yang berukuran kecil memanjang dan hanya tersisa 3 pasang daun atau kurang. Cabang ini sudah tidak produktif karena nantinya hanya menghasilkan dompolan kopi yang sedikit sehingga perlu dihilangkan agar terbentuk cabang baru yang lebih produktif.
* cabang cacing, yaitu cabang yang sangat kecil dan panjang. cabang ini tidak akan bisa menghasilkan dompolan kopi, sehingga perlu dihilangkan.
* cabang lanang, yaitu cabang yang tumbuh dibagian batang paling atas, dan pertumbuhannya menjulang ke atas. Cabang ini perlu dihilangkan karena jika tidak dihilangkan maka tanaman kopi akan tumbuh semakin tinggi. Selain itu cabang lanang ini seperti cabang air, jika tidak dihilangkan maka akan memakan unsur hara yang sangat banyak.
* cabang cacat, yaitu cabang yang sudah tidak normal, seperti adanya cabang yang patah akibat tergores parang, cabang yang terserang hama penyakit sehingga terlihat tidak normal. Cabang ini harus dihilangkan karena produksi yang dihasilkan juga tidak akan bisa baik.
*  cabang balik, yaitu cabang yang pertumbuhannya berbalik ke arah batang. Cabang ini biasanya tidak dikehendaki karena nantinya akan mengganggu cabang yang telah tertata rapi kearah tersebut, sehingga cabang ini harus dihilangkan.

b. Wiwil Kasar (WK)
Wiwil kasar ialah menghilangkan cabang tunas air/ trubusan yang tumbuh seperti pada PLP, namun penghilangan trubusan ini dilakukan setiap 2 bulan sekali pada musim kemarau, dan 1 bulan sekali pada musim penghujan.

c. Wiwil Halus (WH)
Wiwil halus ialah memperbaiki cabang yang telang dipangkas pada saat PLP. Pelaksanaan WH ini dilakukan 3 bulan setelah pelaksanaan PLP. Selama 3 bulan tersebut sudah tumbuh cabang produktif baru, namun biasanya cabang yang tumbuh cukup banyak sehingga perlu dikurangi. Setiap batang yang tumbuh cabang baru, disisakan tiga cabang yang terbaik dan disisakan berselang seling saat pemangkasan. Pelaksanaan WH ini dilakukan hanya 1 kali setiap tahun, yaitu hanya setelah kegiatan PLP, yang berjarak 3 bulan. 




Semoga artikel ini bermanfaat dan bisa membantu anda yang membutuhkan.. terima kasih !!!

Wednesday 6 November 2013

PRAKTIKUM SOSIOLOGI PERTANIAN “ Rintangan - rintangan Mental Dalam Pembangunan Ekonomi di Indonesia ”

MAKALAH PRAKTIKUM SOSIOLOGI PERTANIAN
"Rintangan-rintangan Mental dalam Pembangunan Ekonomi di Indonesia"



Disusun Oleh:




PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2011


KATA PENGAMTAR
        Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga terselesaikannya tugas makalah sosiologi  pertanian.
      Penulis menyadari, bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. untuk itu penulis mengharapkan masukan, kritik, dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan karya ilmiah ini. dan semoga dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin.


Malang, 7 Oktober 2011


                                                                                                                                                                                                                                                                                                              Penulis




DAFTAR   ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................                 i
KATA PENGANTAR ……...........………………………..............................                ii
DAFTAR ISI...............................................................................................               iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................                1 
1.1. Latar Belakang...................................................................................                1
1.2. Rumusan Masalah.............................................................................                2
1.3. Tujuan ...............................................................................................                2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................                3
2.1. Sistem Nilai Budaya dan Sikap...................................................................                    3
2.2. Sistem Nilai.................................................................................................                    4
2.3.Pengertian Budaya dan Kebudayaan...........................................................                     5
2.4. Sikap dan Prasangka...................................................................................                     6
BAB III PEMBAHASAN.......................………………………………...........               7
3.1. Faktor – Faktor Mental dan Sistem Nilai Budaya dan Sikap.......................                  7
3.2. Kerangka Untuk Meninjau Sistem Nilai-Budaya.........................................                 7
3.3. Ciri-Ciri Mental Manusia Indonesia Asli.....................................................                 8
BAB IV PENUTUP....................................................................................               9
4.1. Saran.................................................................................................               9
4.2. Kesimpulan........................................................................................               9
DAFTAR PUSTAKA …………………..………….........................................            10





iii
 
1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Secara garis besar, di negara-negara berkembang, kegiatan perekonomiannya terkesan jalan di tempat. Padahal di negara-negara tersebut, sering tak kurang akan tanah yang subur, kekayaan alam yang melimpah, tenaga kerja yang banyak dan murah serta masih ditambah dengan banyaknya bantuan modal asing. Namun itu semua ternyata masih belum cukup. Masih ada beberapa syarat lain yang harus dipenuhi.
David Ricardo misalnya, telah sadar akan adanya faktor-faktor susunan masyarakat yang tak mudah dapat diperhitungkan dalam hal menganalisa masalah penduduk dalam proses perkembangan ekonomi. Kemudian J Schumpeter menambahkan dua unsur lagi, yaitu:
a) Suatu ekonomi akan berkembang kalau dalam masyarakat yang bersangkutan ada suatu jumlah yang cukup besar dari tokoh-tokoh yang mempunyai bakat berusaha atau“entrepreneurs”.
b) Suatu ekonomi akan berkembang kalau dalam masyarakat ada iklim sosial-budaya yang cocok untuk memungkinkan para entrepreneurs itu mengambil resiko untuk berusaha.
Faktor susunan masyarakat, faktor kurang adanya bakat untuk usaha-usaha yang bersifat ekonomi dan faktor iklim sosial-budaya yang tidak cocok untuk kemajuan itulah yang menjadi perintang dan penghambat penting kemajuan di Indonesia.
Faktor sosial-budaya yang bersifat non-ekonomis dalam pembangunan ekonomi meliputi:
a) faktor demografis
Dalam analisa dan perencanaan ekonomi misalnya, harus juga diperhitungkan bagaimana kenaikan produksi pangan bisa diamankan agar dapat ditanam sebagai modal baru yang diperlukan untuk net investment bagi pembangunan ekonomi, supaya tidak terkena proses involusi dan akan dikonsumsi habis oleh penduduk yang selalu bertambah tiap tahun.



b) faktor politis

Ketenangan kestabilan politik di suatu negara akan mempengaruhi pembangunan ekonomi di negara tersebut. Dengan suasana iklim politik yang tenang dan stabil, para usahawan akan merasa aman dan berani mengambil resiko menanam modal di dalam negeri, sehingga modal tidak akan lari ke luar negeri terus.

c) faktor susunan masyarakat
Para perencana pembangunan ekonomi di Indonesia harus benar-benar mengetahui golongan-golongan atau lapisan-lapisan manakah yang vital pada satu taraf, dan golongan-golongan atau lapisan-lapisan manakah yang penting pada lain taraf dari proses pembangunan. Sehingga harus dibuat satu seleksi yang seksama, mengenai golongan dan lapisan manakah yang seharusnya mendapat efek yang terdahulu dari rencana mereka.
d) faktor mental
Faktor ini masih kurang mendapat perhatian yang mendalam dari para ahli ekonomi. Padahal faktor ini juga tak kalah pentingnya dalam pembangunan ekonomi.

1.2.  Rumusan Masalah
a)      Apa yang dimaksud dengan faktor – faktor mental ?
b)      Apa itu sistem nilai budaya dan sikap ?
c)      Bagaimana kerangka untuk meninjau sistem nilai budaya ?
d)     Apa saja ciri – ciri mental manusia Indonesia asli?
1.3.  Tujuan
a)      Mengetahui definisi dari faktor – faktor mental
b)      Mengetahui maksud dari sistem nilai budaya dan sikap
c)      Mengetahui kerangka untuk meninjau sistem nilai budaya
d)     Mengetahui dan paham ciri – ciri mental manusia Indonesia Asli
2. TINJAUAN PUSTAKABAB II

2.1. SISTEM NILAI BUDAYA DAN SIKAP
               Dalam pergaulan sehari-hari kita menemukan istilah mentalitas. Mentalitas adlah kemampuan rohani yang ada dalam diri seseorang, yang menuntun tingkah laku serta tindakan dalam hidupnya. Pantulan dalam tingkah laku itu menciptakan sikap tertentu terhadap hal-hal serta orang-orang di sekitarnya. Sikap mental ini sebenarnya sama saja dengan sistem nilai budaya (culture value system) dan sikap (attitude). Sistem nilai budaya adalah rangkaian konsep abstrak yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar suatu warga masyarakat. Hal itu menyangkut apa dianggapnya penting dan bernilai. Maka dari itu suatu sistem nilai budaya (atau suatu sistem budaya) merupakan bagian dari kebudayaan yang memberikan arah serta dorongan pada perilaku manusia. Sistem tersebut merupakan konsep abstrak, tapi tidak dirumuskan dengan tegas. Karena itu konsep tersebut  biasanya hanya dirasakan saja, tidak dirumuskan dengan tegas oleh warga masyarakat yang bersangkutan. Itu lah juga sebabnya  mengapa konsep tersebut sering sangat mendarah daging, sulit diubah apalgi diganti oleh konsep yang baru. Bila sistem nilai budaya tadi memberi arah pada perilaku dan tindakan manusia, maka pedomannya tegas dan konkret. Hal itu nampak dalam norma-norma, hukum serta aturan-aturan. Norma-norma dan sebagainya itu seharusnya bersumber pada, dijiwai oleh serta merincikan sistem nilai budaya tersebut. Konsep sikap bukan lah bagian dari kebudayaan. Sikap merupakan daya dorong dalam diri seorang individu untuk bereaksi terhadap seluruh lingkungannya. Bagaimana pun juga harus dikatakan bahwa sikap seseorang itu dipengaruhi oleh kebudayaannya. Artinya, yang dianut oleh individu yang bersangkutan. Dengan kata lain, sikap individu yang tertentu biasanya ditentukan keadaan fisik dan psikisnya serta norma-norma dan konsep-konsep nilai budaya yang dianutnya. Namun demikian harus pula dikatakan bahwa dalam pengamatan tentang sikap-sikap seseorang sulitlah menunjukkan ciri-cirinya dengan tepat dan pasti. Itu lah juga sebabnya mengapa tidak dapat menggeneralisasi sikap sekelompok warga masyarakat dengan bertolak (hanya) dari asumsi yang umum saja.
( Anonymousa, 2011)
 
 
 
2.2. Sistem Nilai
               Sistem : seperangkat komponen, elemen, unsur atausubsisten dengan segala atributnya, yang satu sama lain saling berkaitan, pengaruh-mempengaruhi dan saling tergantung sehingga keseluruhannya merupakan suatu kesatuan yang terintegrasi atau suatu totalitas, serta mempunyai peranan atau tujuan tertentu. Nilai berasal dari kata value (inggris) yang berasal dari kata valere (latin) yang berarti : kuat, baik, berharga. Dengan demikian secara sederhana, nilai (value ) adalah sesuatu yang berguna. 
               Beberapa pengertian tentang nilai diberikan sebagai berikut :
Nilai adalah sesuatu yang berharga, baik dan berguna bagi manusia. Nilai adalah suatu penetapan atau suatu kualitas yang menyangkut jenis dan minat. Nilai adalah suatu penghargaan atau suatu kualitas terhadap suatu hal yang dapat menjadi dasar penentu tingkah laku manusia.
               Ciri-ciri dari nilai adalah sebagai berikut :
• Suatu realistik abstrak
• Bersifat normatif
• Sebagai motivator (daya dorong) manusia dalam bertindak.
               Dalam filsafat pancasila juga disebutkan bahwa ada 3 (tiga) tingkatan nilai, yaitu nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praktis.
1. Nilai dasar
               Nilai yang mendasari nilai instrumental. Nilai dasar yaitu asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang bersifat sedikit banyak mutlak. Kita menerima nilai dasar itu sebagai sesuatu yang benar atau tidak perlu dipertanyakan lagi.
2. Nilai instrumental
               Nilai sebagai pelaksanaan umum dari nilai dasar. Umumnya berbentuk norma sosial dan norma hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme lembaga-lembaga negara.
3. Nilai praksis
               Nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan. Nilai praksis sessungguhnya menjadi batu ujian, apakah nilai dasar dan nilai instrumental itu benar-benar hidup dalam masyarakat indonesia. Nilai-nilai dasar dari pancasila tersebut adalah nilai ketuhanan yang maha esa, nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, nilai persatuan, nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Norma atau kaidah adalah aturan pedoman bagi manusia dalam berperilaku sebagai perwujudan dari nilai. Nilai yang abstrak dan normatif dijabarkan dalam wujud norma. Sebuah nilai mustahil dapat menjadi acuan berperilaku kalau tidak diwujudkan dalam sebuah norma. 
               Akhirnya yang tampak dalam kehidupan dan melingkupi kehidupan kita adalah norma. Norma yang kita kenal dalam kehidupan sehari-hari ada 4 (empat), yaitu sebagai berikut :
1. Norma agama
2. Norma moral (etik)
3. Norma kesopanan
4. Norma hukum
               Moral secara istilah adalah nilai-nilai atau norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk. Sedangkan istilah amoral berarti tidak berhubungan dengan konteks moral, di luar suasana etis dan non moral, sedangkan immoral berarti bertentangan dengan moralitas yang baik atau secara moral buruk atau tidak etis. Dalam kamus yang berkembang di indonesia, amoral berarti immoral dalam pengertian di atas dan pengertian immoral sendiri kurang dikenal.
(Anonymousb, 2011)
2.3.  Pengertian Budaya dan Kebudayaan
               Budaya itu sendiri memiliki pengertian sebagai sarana yang dihasilkan melalui penggunaan cipta rasa dan karsa. (koentjoroningrat).
Budaya berasal dari kata ‘budhi’ yang artinya adalah sebagai suatu kemampuan yang dimiliki oleh setiap manusia untuk merespon pengaruh dari lingkungan alam dan sosial. Hasil dari respon itulah yang disebut sebagai budaya.
(Anonymousc,2011)
2.4. Sikap dan Prasangka
               Sikap menurut morgan (1966) adalah kecenderungan untuk berespons, baik secara positif dan negatif terhadap orang, objek atau situasi. dalam sikap terkandung suatu pernilaian emosional yang dapat berupa suka, tidak suka, senang, sedih, cinta, benci dan sebagainya. Dalam sikap ada “suatu kecenderungan berespon”. Sikap memiliki komponen-komponen :

1. Kognitif : memiliki pengetahuan mengenai objek sikapnya, terlepas pengetahuan itu benar
    atau salah
 
2. Afektif : mempunyai evaluasi emosional (setuju-tidak setuju) mengenai subjek sikapnya.

3. Konatif : kecenderungan bertingkah laku bila bertemu dengan objek sikapnya, multi dari
    bentuk yang positif (tindakan sosialisasi) sampai pada yang sangat aktif (tindakan agresif)

(Lanur , 1998)


BAB III
PEMBAHASAN

     3.1. Faktor – Faktor Mental dan Sistem Nilai Budaya dan Sikap

Faktor-faktor mental adalah pengetahuan mengenai sistem nilai budaya atau cultural value system dan mengenai sikap atau attitudes. Kedua hal itu menyebabkan timbulnya pola-pola cara berfikir tertentu pada warga suatu masyarakat dan sebaliknya pola-pola cara berpikir inilah yang mempengaruhi tindakan-tindakan dan kelakuan mereka, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam hal membuat keputusan-keputusan yang penting dalam hidup. Sistem nilai budaya merupakan suatu rangkaian dari konsepsi-konsepsi abstrak yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu masyarakat, mengenai apa yang harus dianggap penting dan berharga, tetapi juga mengenai apa yang dapat dianggap remeh dan tak berharga dalam hidup. Dengan demikian sistem nilai budaya itu, tidak hanya berfungsi sebagai suatu pedoman tapi juga sebagai pendorong kelakuan manusia dalam hidup, sehingga berfungsi juga sebagai suatu sistem tata kelakuan. Suatu sikap merupakan kecondongan yang berasal dari dalam diri individu untuk berkelakuan dengan suatu pola tertentu, terhadap suatu obyek berupa manusia, hewan atau benda, akibat pendirian dan perasaannya terhadap obyek tersebut. Pada akhirnya, baik nilai-nilai budaya maupun sikap bisa mempengaruhi tindakan manusia baik secara langsung maupun melalui pola-pola cara berpikir.
     3.2. Kerangka Untuk Meninjau Sistem Nilai-Budaya
Kerangka untuk meninjau sistem nilai budaya berpangkal pada lima masalah pokok, seperti yang diajukan oleh FR Kluckhohn dan FL Strodtbock dalam bukunya Variations in Value Orientation (1961), yaitu:
a) Masalah mengenai hakekat dan sifat hidup manusia.
b) Masalah mengenai hakekat dari karya manusia.
c) Masalah mengenai hakekat dari kedudukan manusia dalam ruang waktu.
d) Masalah mengenai hakekat dari kedudukan manusia dengan alam sekitarnya.
e) Masalah mengenai hakekat dari hubungan manusia dengan sesamanya.

3.3.  Ciri-Ciri Mental Manusia Indonesia Asli
a) Rakyat Petani dan Mentalitetnya
Watak petani yang hidup di pedesaan menurut para ahli dari abad ke-19, dijiwai oleh maksud serba rela dalam pergaulan. Sedangkan menurut Boeke, petani itu tidak suka bekerja, bersifat statis, tak mempunyai inisiatif, dan hanya suka membebek saja kepada orang-orang tinggi dari kota. Berdasarkan kerangka Kluckhohn, dapat dirumuskan sistem nilai-budaya petani Indonesia sebagai berikut: Petani di Indonesia, terutama di Jawa pada dasarnya menganggap hidupnya itu sebagai suatu hal yang buruk, penuh dosa dan kesengsaraan. Kebanyakan dari mereka juga bekerja untuk hidup, kadang juga untuk mencapai kedudukan. Ia hanya mempunyai perhatian untuk hari sekarang ini. Hari esok tak pernah ia pedulikan.
b) Hakekat Hidup
Mentalitet yang beranggapan bahwa hidup pada hakekatnya buruk, tapi untuk di ikhtiarkan menjadi suatu hal yang baik dan menyenangkan, adalah suatu hal yang cocok untuk pembangunan: karena ikhtiar dan usaha itu merupakan sendi-sendi penting dari segala aktivitas berproduksi dan membangun.
c) Hakekat Karya
Suatu mentalitet yang lebih cocok untuk pembangunan sebenarnya harus mengandung pandangan yang menilai tinggi karya untuk mencapai suatu kedudukan yang dapat menghasilkan lebih banyak karya lagi.
d) Hakekat Kedudukan Manusia dalam Ruang Waktu
Perencananaan yang matang akan membuat pembangunan berjalan dengan baik, sehinggga mental yang hanya berorientasi terhadap hari ini dan tidak memperhitungkan masa depan tidak cocok untuk pembangunan ekonomi.
e) Hakekat Hubungan Manusia dengan Alam
Mental yang paling cocok untuk pembangunan ekonomi adalah mental yang berusaha menguasai alam, karena untuk menguasai alam kita membutuhkan teknologi, dan teknologi itu akan mendukung pula kemajuan.
f) Hakekat Manusia dengan Sesamanya
            Petani biasanya identik dengan gotong royong. Mental gotong royong tidak cocok dengan pembangunan ekonomi, karena dalam pembangunan ekonomi persaingan antar individu untuk meraih prestasi dan kemajuan mutlak diperlukan.

PENUTUP
BAB IV

4.1. SARAN
·         Sebaiknya diadakan sosialisasi kepada petani Indonesia agar pola pikir mereka berubah untuk lebih baik lagi.
·         Masyarakat seharusnya lebih untuk mengenal tentang ciri – ciri masyarakat asli Indonesia.
·         Masyarakat Indonesia harus lebih siap lagi dalam menghadapi rintangan – rintangan mental dalam pembangunan ekonomi di Indonesia.

4.2. KESIMPULAN
            Pada dasarnya rintangan yang menghambat kemajuan pembangunan ekomoni Indonesia adalah masih banyaknya tertanam pola pikir seperti pola pikir petani di pedesaan yang menganggap bahwa hidup ini hal yang buruk dan kurang mandiri karena terlalu bergantung pada sesama dalam setiap urusan kehidupan.
Selain itu juga adanya lima masalah pokok dalam kehidupan manusia yakni:
1.      Masalah mengenai hakikat dan sifat hidup manusia,
2.      Masalah mengenai hakikat dari karya manusia,
3.      Masalah mengenai hakikat dari kedudukan manusia dalam ruang  waktu,
4.      Masalah mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya, dan
5.      Masalah mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan sesama.



DAFTAR PUSTAKA

Anonymousa, 2011. Sistem Nilai Budaya dan Sikap (Online). [http://usepkakansmikelas3apkn.blogspot.com/2011/01/sistem-nilai-budaya-dan-sikap.html], diakses pada tanggal 7 Oktober 2011.
Anonymousb, 2011. Tugas Resume Geografi (Online). [http://imahagi.blogspot.com/2008/01/tugas-resume-geografi-sosial-buku.html], diakses pada tanggal 7 Oktober 2011.
Anonymousc, 2011. Sistem Nilai Budaya dalam Kehidupan Manusia (Online). [http://desyandri.wordpress.com/2008/12/24/sistem-nilai-dalam-kehidupan-manusia/], diakses pada tanggal 7 Oktober 2011.

Lanur, 1998. PENGARUH SISTEM NILAI BUDAYA TERTENTU DALAM UPAYA PENYELESAIAN MASALAH TIMOR TIMUR (Online). [http://www.minihub.org/siarlist/msg00265.html], diakses pada tanggal 7 Oktober 2011.

Stratifikasi sosial



BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Dari berbagai perbedaan kehidupan manusia, satu bentuk variasi kehidupan mereka yang menonjol adalah fenomena stratifikasi (tingkatan-tingkatan) sosial. Perbedaan itu tidak semata-mata ada, tetapi melalui proses; suatu bentuk kehidupan (bisa berupa gagasan, nilai, norma, aktifitas sosial, maupun benda-benda) akan ada dalam masyarakat karena mereka menganggap bentuk kehidupan itu benar, baik dan berguna untuk mereka. Fenomena dari stratifikasi sosial ini akan selalu ada dalam kehidupan manusia, sesederhana apapun kehidupan mereka, tetapi bentuknya mungkin berbeda satu sama lain, semua tergantung bagaimana mereka menempatkannya.
Stratifikasi sosial berasal dari istilah Social Stratification yang berarti Sistem berlapis-lapis dalam masyarakat; kata Stratification berasal dari stratum (jamaknya : strata) yang berarti lapisan; stratifikasi sosial adalah pembedaan penduduk atau measyarakat kedalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Selama dalam masyarakat itu ada sesuatu yang dihargai, dan setiap masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang dihargai, maka barang sesuatu itu akan menjadi bibit yang dapat menumbuhkan adanya sistem yang berlapis-lapis dalam masyarakat itu. Barang sesuatu yang dihargai itu mungkin berupa uang atau benda-benda yang bernilai ekonomis, mungkin berupa tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan atau mungkin keturunan dari orang terhormat.
Seorang sosiolog, Pitirin A. Sorokin (1957) mengatakan bahwa sistem berlapis itu merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup teratur. Barang siapa yang memiliki sesuatu yang berharga itu dalam jumlah yang sangat banyak, suatu keadaan tidak semua orang bisa demikian bahkan hanya sedikit orang yang bisa, dianggap oleh masyarakat berkedudukan tinggi atau ditempatkan pada lapisan atas masyarakat; dan mereka yang hanya sedikit sekali atau sama sekali tidak memiliki sesuatu yang berharga tersebut, dalam pandangan masyarakat mempunyai kedudukan yang rendah. Atau ditempatkan pada lapisan bawah masyarakat. Perbedaan kedudukan manusia dalam masyarakatnya secara langsung menunjuk pada perbedaan pembagian hak-hak dan kewajiban-kewajiban, tanggung jawab nilai-nilai sosial dan perbedaan pengaruh di antara anggota-anggota masyarakat.
Sejak manusia mengenal adanya suatu bentuk kehidupan bersama di dalam bentuk organisasi sosial, lapisan-lapisan masyarakat mulai timbul. Pada masyarakat dengan kehidupan yang masih sederhana, pelapisan itu dimulai atas dasar perbedaan gender dan usia, perbedaan antara pemimpin atau yang dianggap sebagai pemimpin dengan yang dipimpin, atau perbedaan berdasarkan kekayaan. Seorang ahli filsafat, Aristoteles, pernah mengatakan bahwa dalam tiap-tiap negara terdapat tiga unsur ukuran kedudukan manusia dalam masyarakat, yaitu mereka yang kaya sekali, mereka yang melarat, dan mereka yang berada di tengah-tengahnya. Sedangkan pada masyarakat yang relatif kompleks dan maju tingkat kehidupannya, maka semakin kompleks pula sistem lapisan-lapisan dalam masyarakat itu,  keadaan ini mudah untuk dimengerti karena jumlah manusia yang semakin banyak maka kedudukan (pembagian tugas-kerja), hak-hak, kewajiban, serta tanggung jawab sosial menjadi semakin kompleks pula.
1.2 Rumusan Masalah
a)      Bentuk stratifikasi dan diferensiasi sosial masyarakat Desa Maricaya Selatan dan Desa Polewali
b)      Apa sebab-sebab timbulnya stratifikasi dan diferensiasi sosial masyarakat Desa Maricaya Selatan dan Desa Polewali
c)      Apa kriteria-kriteria yang menentukan stratifikasi dan diferensiasi sosial masyarakat Desa Maricaya Selatan dan Desa Polewali
1.3 Tujuan Penulisan
a)      Mengetahui bentuk diferensiasi dan stratifikasi sosial masyarakat Desa Maricaya Selatan dan Desa Polewali
b)      Mengetahui sebab-sebab timbulnya stratifikasi dan diferensiasi sosial masyarakat Desa Maricaya Selatan dan Desa Polewali
c)      Mengetahui kriteria-kriteria yang menentukan stratifikasi dan diferensiasi sosial masyarakat Desa Maricaya Selatan dan Desa Polewali

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Diferensiasi Sosial
Diferensiasi adalah klasifikasi terhadap perbedaan-perbedaan yang biasanya sama. Pengertian sama disini menunjukkan pada penggolongan atau klasifikasi masyarakat secara horisontal, mendatar, atau sejajar. Asumsinya adalah tidak ada golongan dari pembagian tersebut yang lebih tinggi daripada golongan lainnya.
Pengelompokan horisontal yang didasarkan pada perbedaan ras, etnis (suku bangsa), klen dan agama disebut kemajemukan sosial, sedangkan pengelompokan berasarkan perbedaan profesi dan jenis kelamin disebut heterogenitas sosial.
Jadi kesimpulannya:
Diferensiasi sosial adalah pengelompokan masyarakat secara horisontal berdasarkan pada ciri-ciri tertentu.
2.1.1 Ciri-ciri Diferensiasi Sosial
Diferensiasi sosial ditandai dengan adanya perbedaan berdasarkan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Ciri Fisik
Diferensiasi ini terjadi karena perbedaan ciri-ciri tertentu.
Misalnya : warna kulit, bentuk mata, rambut, hidung, muka, dsb.
b. Ciri Sosial
Diferensiasi sosial ini muncul karena perbedaan pekerjaan yang menimbulkan cara pandang dan pola perilaku dalam masyarakat berbeda. Termasuk didalam kategori ini adalah perbedaan peranan, prestise dan kekuasaan.
Contohnya : pola perilaku seorang perawat akan berbeda dengan seorang karyawan kantor.
c. Ciri Budaya
Diferensiasi budaya berhubungan erat dengan pandangan hidup suatu masyarakat menyangkut nilai-nilai yang dianutnya, seperti religi atau kepercayaan, sistem kekeluargaan, keuletan dan ketangguhan (etos). Hasil dari nilai-nilai yang dianut suatu masyarakat dapat kita lihat dari bahasa, kesenian, arsitektur, pakaian adat, agama, dsb.
(Anonymousa, 2011)
2.1.2. Bentuk Diferensiasi Sosial
Pengelompokan masyarakat membentuk delapan kriteria diferensiasi sosial.
a. Diferensiasi Ras
Ras adalah suatu kelompok manusia yang memiliki ciri-ciri fisik bawan yang sama. Diferensiasi ras berarti pengelompokan masyarakat berdasarkan ciriciri fisiknya, bukan budayanya.

Secara garis besar, manusia dibagi ke dalam ras-ras sebagai berikut :
1) Menurut A.L. Krober
• Austroloid, mencakup penduduk asli Australia (Aborigin)
• Mongoloid
- Asiatic Mongoloid (Asia Utara, Asia Tengah dan Asia Timur)
- Malayan Mongoloid (Asia Tenggara, Indonesia, Malaysia, Filiphina, penduduk asli Taiwan)
- American Mongoloid (penduduk asli Amerika)
• Kaukasoid
- Nordic (Eropa Utara, sekitar L. Baltik)
- Alpine (Eropa Tengah dan Eropa Timur)
- Mediteranian (sekitar L. Tengah, Afrika Utara, Armenia, Arab, Iran)
- Indic (Pakistan, India, Bangladesh, Sri Langka)
• Negroid
- African Negroid (Benua Afrika)
- Negrito (Afrika Tengah, Semenanjung Malaya yang dikenal dengan nama orang Semang, Filipina)
- Melanesian (Irian, Melanesia)
• Ras-ras khusus (tidak dapat diklasifikasikan ke dalam empat ras pokok)
- Bushman (gurun Kalahari, Afrika Selatan)
- Veddoid (pedalaman Sri Langka, Sulawesi Selatan)
- Polynesian (kepulauan Micronesia dan Polynesia)
- Ainu (di pulau Hokkaido dan Karafuto Jepang)
2) Menurut Ralph Linton
• Mongoloid, dengan ciri-ciri kulit kuning sampai sawo matang, rambut lurus, bulu badan sedikit, mata sipit (terutama Asia Mongoloid). Ras Mongoloid dibagi menjadi dua, yaitu Mongoloid Asia dan Indian. Mongoloid Asia terdiri dari Sub Ras Tionghoa (terdiri dari Jepang, Taiwan, Vietnam) dan Sub Ras Melayu. Sub Ras Melayu terdiri dari Malaysia, Indonesia, dan Filipina. Mongoloid Indian terdiri dari orangorang Indian di Amerika.
• Kaukasoid, memiliki ciri fisik hidung mancung, kulit putih, rambut pirang sampai coklat kehitam-hitaman, dan kelopak mata lurus. Ras ini terdiri dari Sub Ras Nordic, Alpin, Mediteran, Armenoid dan India.
• Negroid, dengan ciri fisik rambut keriting, kulit hitam, bibir tebal dan kelopak mata lurus. Ras ini dibagi menjadi Sub Ras Negrito, Nilitz, Negro Rimba, Negro Oseanis dan Hotentot-Boysesman.
Indonesia didiami oleh bermacam-macam Sub Ras sebagai berikut:
• Negrito, yaitu suku bangsa Semang di Semenanjung Malaya dan sekitarnya.
• Veddoid, yaitu suku Sakai di Riau, Kubu di Sumatera Selatan, Toala dan Tomuna di Sulawesi.
• Neo Melanosoid, yaitu penduduk kepulauan Kei dan Aru.
• Melayu, yang terdiri dari dua :
- Melayu Tua (Proto Melayu), yaitu orang Batak, Toraja dan Dayak
- Melayu Muda (Deutro Melayu), yaitu orang Aceh, Minang, Bugis/
Makasar, Jawa, Sunda, dsb.
b. Diferensiasi Suku Bangsa (Etnis)
Menurut Hassan Shadily MA, suku bangsa atau etnis adalah segolongan rakyat yang masih dianggap mempunyai hubungan biologis. Diferensiasi suku bangsa merupakan penggologan manusia berdasarkan ciri-ciri biologis yang sama, seperti ras. Namun suku bangsa memiliki ciri-ciri paling mendasar yang lain, yaitu adanya kesamaan budaya. Suku bangsa memiliki kesamaan berikut :
- ciri fisik - kesenian
- bahasa daerah - adat istiadat
Suku bangsa yang ada di Indonesia antara lain :
- di Pulau Sumatera : Aceh, Batak, Minangkabau, Bengkulu, Jambi,
Palembang, Melayu, dsb.;
- di Pulau Jawa : Sunda, Jawa, Tengger, dsb.;
- di Pulau Kalimantan : Dayak, Banjar, dsb.;
- di Pulau Sulawesi : Bugis, Makasar, Toraja, Minahasa, Toli-toli,
Bolaang-Mangondow, Gorontalo, dsb.;
- di Kep. Nusa Tenggara : Bali, Bima, Lombok, Flores, Timor, Rote, dsb.;
- di Kep. Maluku dan : Ternate, Tidore, Dani, Asmat, dsb.
- Irian
c. Diferensiasi Klen (Clan)
Klen (Clan) sering juga disebut kerabat luas atau keluarga besar. Klen merupakan kesatuan keturunan (genealogis), kesatuan kepercayaan (religiomagis) dan kesatuan adat (tradisi). Klen adalah sistem sosial yang berdasarkan ikatan darah atau keturunan yang sama umumnya terjadi pada masyarakat unilateral baik melalui garis ayah (patrilineal) maupun garis ibu (matrilineal).
• Klen atas dasar garis keturunan ayah (patrilineal) antara lain terdapat
pada:
- Masyarakat Batak (dengan sebutan Marga)
- Marga Batak Karo : Ginting, Sembiring, Singarimbun, Barus, Tambun, Paranginangin;
- Marga Batak Toba : Nababan, Simatupang, Siregar;
- Marga Batak Mandailing : Harahap, Rangkuti, Nasution, Batubara, Daulay.
- Masyarakat Minahasa (klennya disebut Fam) antara lain :
Mandagi, Lasut, Tombokan, Pangkarego, Paat, Supit.
- Masyarakat Ambon (klennya disebut Fam) antara lain :
Pattinasarani, Latuconsina, Lotul, Manuhutu, Goeslaw.
- Masyarakat Flores (klennya disebut Fam) antara lain :
Fernandes, Wangge, Da Costa, Leimena, Kleden, De- Rosari, Paeira.
• Klen atas dasar garis keturunan ibu (matrilineal) antara lain terdapat pada masyarakat Minangkabau, Klennya disebut suku yang merupakan gabungan dari kampuang-kampuang. Nama-nama klen di Minangkabau antara lain : Koto, Piliang, Chaniago, Sikumbang, Melayu, Solo, Dalimo,
Kampai, dsb.
Masyarakat di Flores, yaitu suku Ngada juga menggunakan sistem Matrilineal.
d. Diferensiasi Agama
Menurut Durkheim agama adalah suatu sistem terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal-hal yang suci. Agama merupakan masalah yang essensial bagi kehidupan manusia karena menyangkut keyakinan seseorang yang dianggap benar. Keyakinan terhadap agama mengikat pemeluknya secara moral. Keyakinan itu membentuk golongan masyarakat moral (umat). Umat pemeluk suatu agama bisa dikenali dari cara berpakaian, cara berperilaku, cara beribadah, dan sebagainya.
Jadi, Diferensiasi agama merupakan pengelompokan masyarakat berdasarkan agama/kepercayaannya.
1) Komponen-komponen Agama
Emosi keagamaan, yaitu suatu sikap yang tidak rasional yang mampu menggetarkan jiwa, misalnya sikap takut bercampur percaya.
Sistem keyakinan, terwujud dalam bentuk pikiran/gagasan manusia seperti keyakinan akan sifat-sifat Tuhan, wujud alam gaib, kosmologi, masa akhirat, cincin sakti, roh nenek moyang, dewa-dewa, dan sebagainya.
Upacara keagamaan, yang berupa bentuk ibadah kepada Tuhan, Dewa-dewa dan Roh Nenek Moyang.
Tempat ibadah, seperti Mesjid, Gereja, Pura, Wihara, Kuil, Klenteng.
Umat, yakni anggota salah satu agama yang merupakan kesatuan sosial.
2) Agama dan Masyarakat
Dalam perkembangannya agama mempengaruhi masyarakat dan demikian juga masyarakat mempengaruhi agama atau terjadi interaksi yang dinamis. Di Indonesia, kita mengenal agama Islam, Katolik, Protestan, Budha dan Hindu. Disamping itu berkembang pula agama atau kepercayaan lain, seperti Khong Hu Chu, Aliran Kepercayaan, Kaharingan dan Kepercayaan-kepercayaan asli lainnya.
e. Diferensiasi Profesi (pekerjaan)
Profesi atau pekerjaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan manusia sebagai sumber penghasilan atau mata pencahariannya. Diferensiasi profesi merupakan pengelompokan masyarakat yang didasarkan pada jenis pekerjaan atau profesinya. Profesi biasanya berkaitan dengan suatu ketrampilan khusus. Misalnya profesi guru memerlukan ketrampilan khusus, seperti : pandai berbicara, suka membimbing, sabar, dsb. Berdasarkan perbedaan profesi kita mengenal kelompok masyarakat berprofesi seperti guru, dokter, pedagang, buruh, pegawai negeri, tentara, dan sebagainya. Perbedaan profesi biasanya juga akan berpengaruh pada perilaku sosialnya.
Contohnya, perilaku seorang guru akan berbeda dengan seorang dokter ketika keduanya melaksanakan pekerjaannya.
f. Diferensiasi Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan kategori dalam masyarakat yang didasarkan pada perbedaan seks atau jenis kelamin (perbedaan biologis). Perbedaan biologis ini dapat kita lihat dari struktur organ reproduksi, bentuk tubuh, suara, dan sebagainya. Atas dasar itu, terdapat kelompok masyarakat laki-laki atau pria
dan kelompok perempuan atau wanita.
g. Diferensiasai Asal Daerah
Diferensiasi ini merupakan pengelompokan manusia berdasarkan asal daerah atau tempat tinggalnya, desa atau kota. Terbagi menjadi:
- masyarakat desa : kelompok orang yang tinggal di pedesaan atau berasal dari desa;
- masyarakat kota : kelompok orang yang tinggal di perkotaan atau berasal dari kota.
Perbedaan orang desa dengan orang kota dapat kita temukan dalam hal-hal berikut ini :
- perilaku
- tutur kata
- cara berpakaian
- cara menghias rumah
h. Diferensiasi Partai
Diferensiasi partai adalah perbedaan masyarakat dalam kegiatannya mengatur kekuasaan negara, yang berupa kesatuan-kesatuan sosial, seazas, seideologi dan sealiran.
(Kun Maryati, 2001)
2.2 Pengertian Stratifikasi Sosial
Coba Anda perhatikan masyarakat di sekitar ! Ada yang miskin, kaya, buruh, pengusaha, sarjana, tukang, dan sebagainya. Adakah perbedaan perlakuan masyarakat terhadap mereka ?
Oleh karena status, baik yang berupa harta, kedudukan atau jabatan seringkali menciptakan perbedaan dalam menghargai seseorang. Dalam suatu masyarakat, orang yang memiliki harta berlimpah lebih dihargai daripada orang yang miskin. Demikian pula orang yang lebih berpendidikan dihargai lebih daripada yang kurang berpendidikan. Atas dasar itu, kemudian masyarakat dikelompokkelompokkan
secara vertikal atau bertingkat-tingkat sehingga membentuk lapisan-lapisan sosial tertentu dengan kedudukannya masing-masing. Masyarakat sebenarnya telah mengenal pembagian atau pelapisan sosial sejak dahulu. Pada zaman dahulu, Aristoteles menyatakan bahwa didalam setiap negara selalu terdapat tiga unsur, yakni orang-orang kaya sekali, orang-orang melarat dan orang-orang yang berada di tengah-tengah. Menurut Aristoteles, orang-orang kaya sekali ditempatkan dalam lapisan atas oleh masyarakat, sedangkan orang-orang melarat ditempatkan dalam lapisan bawah, dan orangorang
di tengah ditempatkan dalam lapisan masyarakat menengah
Beberapa definisi stratifikasi sosial :
a. Pitirim A. Sorokin
Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat (hierarki).
b. Max Weber
Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hierarki menurut dimensi kekuasaan, previllege dan prestise.
c. Cuber
Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai suatu pola yang ditempatkan di atas kategori dari hak-hak yang berbeda.
Stratifikasi sosial (Social Stratification) berasal dari kata bahasa latin “stratum” (tunggal) atau “strata” (jamak) yang berarti berlapis-lapis. Dalam Sosiologi, stratifikasi sosial dapat diartikan sebagai pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat.
(Widyasusanto, 1996)
2.2.2 Sebab Timbulnya Stratifikasi Sosial
Setiap masyarakat mempunyai sesuatu yang dihargai, bisa berupa kepandaian, kekayaan, kekuasaan, profesi, keaslian keanggotaan masyarakat dan sebagainya. Selama manusia membeda-bedakan penghargaan terhadap sesuatu yang dimiliki tersebut, pasti akan menimbulkan lapisan-lapisan dalam masyarakat. Semakin banyak kepemilikan, kecakapan masyarakat/seseorang terhadap sesuatu yang dihargai, semakin tinggi kedudukan atau lapisannya. Sebaliknya bagi mereka yang hanya mempunyai sedikit atau bahkan tidak memiliki sama sekali, maka mereka mempunyai kedudukan dan lapisan yang rendah. Seseorang yang mempunyai tugas sebagai pejabat/ketua atau pemimpin pasti menempati lapisan yang tinggi daripada sebagai anggota masyarakat yang tidak mempunyai tugas apa-apa. Karena penghargaan terhadap jasa atau pengabdiannya seseorang bisa pula ditempatkan pada posisi yang tinggi, misalnya pahlawan, pelopor, penemu, dan sebagainya. Dapat juga karena keahlian dan ketrampilan seseorang dalam pekerjaan tertentu dia menduduki posisi tinggi jika dibandingkan dengan pekerja yang tidak mempunyai ketrampilan apapun.
(Hakim, 1997)
2.2.3 Kriteria Penentuan Stratifikasi Sosial
Kriteria atau ukuran yang umumnya digunakan untuk mengelompokkan para anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan tertentu adalah sebagai berikut :
a. Kekayaan
Kekayaan atau sering juga disebut ukuran ekonomi. Orang yang memiliki harta benda berlimpah (kaya) akan lebih dihargai dan dihormati daripada orang yang miskin.
b. Kekuasaan
Kekuasaan dipengaruhi oleh kedudukan atau posisi seseorang dalam masyarakat. Seorang yang memiliki kekuasaan dan wewenang besar akan menempati lapisan sosial atas, sebaliknya orang yang tidak mempunyai kekuasaan berada di lapisan bawah.
c. Keturunan
Ukuran keturunan terlepas dari ukuran kekayaan atau kekuasaan. Keturunan yang dimaksud adalah keturunan berdasarkan golongan kebangsawanan atau kehormatan. Kaum bangsawan akan menempati lapisan atas seperti gelar :
 - Andi di masyarakat Bugis,
- Raden di masyarakat Jawa,
- Tengku di masyarakat Aceh, dsb.
d. Kepandaian/penguasaan ilmu pengetahuan
Seseorang yang berpendidikan tinggi dan meraih gelar kesarjanaan atau yang memiliki keahlian/profesional dipandang berkedudukan lebih tinggi, jika dibandingkan orang berpendidikan rendah. Status seseorang juga ditentukan dalam penguasaan pengetahuan lain, misalnya pengetahuan agama, ketrampilan khusus, kesaktian, dsb.
2.2.4 Sifat Stratifikasi Sosial
Menurut Soerjono Soekanto, dilihat dari sifatnya pelapisan sosial dibedakan menjadi sistem pelapisan sosial tertutup, sistem pelapisan sosial terbuka, dan sistem pelapisan sosial campuran.
a. Stratifikasi Sosial Tertutup (Closed Social Stratification)
Stratifikasi ini adalah stratifikasi dimana anggota dari setiap strata sulit mengadakan mobilitas vertikal. Walaupun ada mobilitas tetapi sangat terbatas pada mobilitas horisontal saja. Contoh:
- Sistem kasta. Kaum Sudra tidak bisa pindah posisi naik di lapisan Brahmana.
- Rasialis. Kulit hitam (negro) yang dianggap di posisi rendah tidak bisa pindah kedudukan di posisi kulit putih.
- Feodal. Kaum buruh tidak bisa pindah ke posisi juragan/majikan
b. Stratifikasi Sosial Terbuka (Opened Social Stratification)
Stratifikasi ini bersifat dinamis karena mobilitasnya sangat besar. Setiap anggota strata dapat bebas melakukan mobilitas sosial, baik vertikal maupun horisontal. Contoh:
- Seorang miskin karena usahanya bisa menjadi kaya, atau sebaliknya.
- Seorang yang tidak/kurang pendidikan akan dapat memperoleh pendidikan asal ada niat dan usaha.
c. Stratifikasi Sosial Campuran
Stratifikasi sosial c a m p u r a n m e r u p a k a n kombinasi antara s t r a t i f i k a s i tertutup dan terbuka. Misalnya, seorang Bali b e r k a s t a Brahmana mempunyai kedudukan terhormat di Bali, namun apabila ia pindah ke Jakarta menjadi buruh, ia memperoleh kedudukan rendah. Maka, ia harus
menyesuaikan diri dengan aturan kelompok masyarakat di Jakarta.
(Anwar, 1999)
2.2.5 Fungsi Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial dapat berfungsi sebagai berikut :
a. Distribusi hak-hak istimewa yang obyektif, seperti menentukan penghasilan, tingkat kekayaan, keselamatan dan wewenang pada jabatan/pangkat/ kedudukan seseorang.
b. Sistem pertanggaan (tingkatan) pada strata yang diciptakan masyarakat yang menyangkut prestise dan penghargaan, misalnya pada seseorang yang menerima anugerah  penghargaan/gelar/kebangsawanan, dan sebagainya.
c. Kriteria sistem pertentangan, yaitu apakah didapat melalui kualitas pribadi, keanggotaan kelompok, kerabat tertentu, kepemilikan, wewenang atau kekuasaan.
d. Penentu lambang-lambang (simbol status) atau kedudukan, seperti tingkah laku, cara berpakaian dan bentuk rumah.
e. Tingkat mudah tidaknya bertukar kedudukan.
f. Alat solidaritas diantara individu-individu atau kelompok yang menduduki sistem sosial yang sama dalam masyarakat.
(Luth, 1992)
2.3 Perbedaan Diferensiasi dengan Stratifikasi
Sebelum kita mempelajari stratifikasi sosial secara khusus pada modul
mendatang, dengan melihat tabel di bawah ini secara tegas dapat kita bedakan
antara diferensiasi sosial dengan stratifikasi sosial.
DIFERENSIASI SOSIAL
STRATIFIKASI SOSIAL
     1.     Pengelompokan secara horisontal  
     2.    Berdasarkan ciri dan fungsi
     3.  Distribusi kelompok
     4.  Genotipe
     5.     Kriteria biologis/fisik sosiokultural
     1.   Pengelompokan secara vertikal
    2. Berdasarkan posisi, status, kelebihan yang     dimiliki, sesuatu yang dihargai.
     3.  Distribusi hak dan wewenang
     4.   Stereotipe
   5. Kriteria ekonomi, pendidikan kekuasaan,     kehormatan

(Fernandez, 1989)

BAB III
PEMBAHASAN
3.1  Desa Maricaya
Terdapat 5 golongan masyarakat dan menempati 3 lapisan pokok, yaitu :
Pejabat dan Kelompok Profesional
Atas
10%
Alim ulama
Pegawai
Pedagang
Menengah
60%
Buruh
Bawah
30%
Diagram 1.1 Stratifikasi Masyarakat Desa Maricaya
Masyarakat Desa Maricaya Selatan
Di dalam masyarakat desa ini terdapat 3 lapisan masyarakat,Di kelompok masyarakat atas yaitu Kelompok pejabat dan professional.Di kelompok menengah yaitu Alim ulama, pegawai, pedagang dan di lapisan bawah adalah buru.
Gambaran pedidikan masyarakat desa Maricaya Selatan adalah :
1)      Sekolah Dasar sebanyak 93% dari seluruh anak di desa ini
2)      Sekolah Menengah Pertama sebanyak 54% dari lulusan SD
3)      Sekolah Menengah Atas sebanyak 65% dari lulusan SMP
4)      Perguruan Tinggi sebanyak 20% dari lulusan SMA
Penyebab utama banyaknya anak putus sekolah adalah faktor ekonomi dari orang tua mereka.Kelompok sebesar 46 % yang tidak dapat melanjutkan ke jenjang SMP setelah mereka lulus kemungkinan besar mereka adalah anak buruh dari kelas bawah dan pedagang kecil dilapisan menengah.Untuk 20% bagi mereka yang dapat melanjutkan ke perguruan tinggi di dominasi oleh anak para pejabat dan professional.Dapat dikatakan bahwa masyarakat Maricaya Selatan ini memandang pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan dapat menjadi sarana peningkatan derajat sosial di masyarakat desa tersebut.
            Bukan hanya lewat pendidikan masyarakat ini menambah pengetahuanya.Di masyarakat ini juga beredar Media massa cetak seperti koran dan majalan.Bagi masyarakat golongan menengah yang tak mampu membeli media massa cetak mereka biasanya meminjam atau turut membaca dari mereka yang mampu membelinya.Untuk golongan atas beberapa diantara mereka bahkan memiliki perpustakaan pribadi.Bukan hanya itu masyarakat disini terutama golongan atas dan menengah sudah memiliki pesawat TV pribadi.Untuk masyarakat golongan atas memiliki 1 pesawat televisi setiap KK dan untuk gologan menengah tidak semua KK memiliki pesawat TV. Antusia terhadap informasi yang cukup tinggi para golongan menengah yang tidak memiliki pesawat TV sendiri mereka ikut bergabung bersama mereka golongan tengah yang memiliki pesawat TV, dapat dikatakan bahwa masyarakat golongan menengah di desa ini masih terdapat keakraban sosial yang bersifat tradisional.
            Anggota masyarakat desa ini mayoritas beragama islam dan sesanya beragama Protestan,Katolik,Hindu dan Budha.Untuk lebih jelasnya liat tabel 1.2
Tabel 1.2 Agama di desa Polewali
Agama Islam
75,6%
Agama Protestan
20%
Agama Katolik
3,8%
Hindu dan Budha
0,6%

3.2  Desa Polewali
Ulanam, Pemangku Adat, Pejabat
Atas

35%
Pedagang
Menengah
55%
Buruh
Bawah
10%

Tabel 1.3 Sistem Stratifikasi Sosial Masyarakat Desa Polewali
1)      Lapisan kaya terdiri dari para pemangku adat,alim ulama, dan pejabat.Mereka memiliki sebagian besar dari toko-toko, perusahaan dan tanah pertanian yang terdapat diwilayah ini. Lapisan ini terdiri dari orang-orang Bugis dan Makassar.Disinilah terdapat pemusatan kekayaan dan kekuasaan.
2)      Golongan ekonomi sedang yang jumlahnya 55% terdiri dari para pegawai dan pedagang.Lapisan ini terdiri dari orang Makassar, orang Bugis, orang Toraja, orang Jawa, orang Cina.
3)      Golongan miskin yang jumlahnya 10% terdiri dari para buruh (buruh tani,buruh empang,buruh pelabuhan,buruh angkutan, dan buruh bangunan).Kelompok etnis ini adalah orang Bugis(kecil), orang Toraja, orang Makassar dan orang Jawa
Untuk lebih jelas liat diagram 1.4
Tabel 1.4 Penyebaran Kelompok Etnis dan Jenis Pekerjaan Masyarakat Desa Polewali
Dari Kelompok Etnis

Bugis
Makassar
Toraja
Jawa ,Makassar, Cina
Pemangku Adat dan Alim Ulama
v
v


Pejabat

v


Pegawai Negeri

v
v

Pedagang
v


v
Buruh
v

v
v
50%
30%
15%
5%
Berdasarkan data diatas tampaknya kelompok orang Bugis dan Makassar berpengaaruh paling besar terutama dalam hal kehidupan adat dan keagamaan dan ekonomi. Walaupun demikian terdapat juga perbedaan dalam hal pemanfaatan kekayaan.Para alim ulama dan pemangku adat memanfaatkan kekayaan mereka secara hati-hati dan anak-anak mereka bersungguh-sungguh dalam belajar sehingga mereka berhasil menyelesaikan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dari orang tua mereka.Sedangkan anak dari kalangan pejabat mereka mengikuti gaya hidup orang modern seperti remaja di kota-kota besar.Bagi warga masyarakat menengah mereka mengikuti gaya hidup sederhana dan bersekolah di Ujung Pandang.
            Secara keseluruhan dapat dikatakan, bahwa masyarakat desa Polewali mengangap pendidikan adalah suatu hal yang mereka junjung tinggi dan menjari sarana untuk anak-anak mereka mendapat tempat terhormat dikehidupan mereka dikemudian hari.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Diferensiasi sosial :
pengelompokan warga masyarakat secara horisontal berdasarkan kesamaan
ciri-ciri tertentu.
2. Ciri-ciri yang mendasari diferensiasi sosial :
- ciri fisik : warna kulit, bentuk mata, rambut, hidung, dsb.
- ciri sosial : perbedaan yang menimbulkan pola perilaku tertentu dalam masyarakat;
- ciri budaya : pandangan hidup suatu masyarakat menyangkut nilai-nilai yang dianutnya.
3. Perbedaan diferensiasi sosial dengan stratifikasi sosial :
horisontal/vertikal;
ciri dan fungsi/posisi dan status;
distribusi kelompok/distribusi hak dan wewenang;
genotipe/stereotipe;
kriteria biologis fisik sosiokultural/kriteria pendidikan kekuasaan kehormatan.
Perbedaan stratifikasi sosial dengan status sosial.
4.Status sosial adalah posisi seseorang didalam masyarakart yang didasarkan pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban tertentu. Status sosial merupakan unsur yang membentuk terciptanya stratifikasi sosial. Stratifikasi sosial adalah pelapisan sosial yang disusun dari status-status sosial.
5. Sebab-sebab timbulnya stratifikasi sosial.
Secara umum terbentuknya stratifikasi sosial karena pembedaan dalam penghargaan terhadap sesuatu yang dimiliki.
- tugas dan penempatan,
- hadiah/reward,
- keahlian/keterampilan.
7. Kriteria dasar stratifikasi sosial :
a. kekayaan,
b. kekuasaan,
c. keturunan,
d. pendidikan/ilmu pengetahuan.
8. Sifat stratifikasi sosial :
- tertutup : sulit mengadakan mobilitas,
- terbuka : bebas melakukan mobilitas,
- campuran : kombinasi tertutup dan terbuka

4.2 Saran
       Masyarakat Indonesia memiliki banyak suku dan budaya.Setiap daerah memiliki ciri sendiri dalam menentukan tinggi rendahnya sesuatu.Dalam era globalisasi seperti ini masyarakait Indonesia lebih memilih menggunakan pendidikan sebagai sarana meningkatkan status sosialnya maka dari itu pendidikan sangat penting bagi setiap orang.


DAFTAR PUSTAKA
Anonymousa, 2011.DIFERENSIASI SOSIAL DAN  STRATIFIKASI SOSIAL (Online).[http://id.wikipedia.org/wiki/Stratifikasi_sosial], diakses pada 7 Oktober 2011.

Dra. Kun Maryati & Juju Suryawati, S.Pd., Sosiologi jilid 1 untuk SMU kelas 2, Esis, Jakarta, 2001.

Drs. Laurent Widyasusanto, Penuntun Belajar Sosiologi jilid 1 untuk SMU, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 1996.

Drs. Lukman Hakim & Dra. E.J. Ningsih, Sosiologi untuk SMU kelas 2, PT. Grafindo Media Pratama, Jakarta, 1997.

Mohamad Anwar, Pegangan Sosiologi untuk kelas 2 SMU, Armico, Bandung, 1999.

Drs. Nursal Luth, Kamus Sosiologi dan Antropologi, PT. Galaxy Puspa Mega, Jakarta, 1992.

Drs. Nursal Luth & Drs. Daniel Fernandez, Sosiologi dan Antropologi jilid 1, PT. Galaxy Puspa Mega, Jakarta, 1989.